Pemkab Deli Serdang Terima Penghargaan atas Raihan Opini WTP Tahun 2021


MEDAN...

Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Deli Serdang, kembali menerima penghargaan dari Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati.

Penghargaan diberikan atas keberhasilan Pemkab Deli Serdang meraih Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dalam Menyusun dan Menyajikan Laporan Keuangan Tahun 2021.

Penghargaan diserahkan Gubernur Sumatera Utara (Gubsu), H Edy Rahmayadi didampingi Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Provinsi Sumatera Utara, Heru Pudyo Nugroho kepada Wakil Bupati (Wabup) Deli Serdang, HM Ali Yusuf Siregar di sela-sela Rapat Koordinasi (Rakor) Pemerintah Daerah dan Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran-Wilayah tahun 2022 di Sumut di Aula Tengku Rizal Nurdin, Rumah Dinas Gubsu, Jalan Sudirman, No.41, Medan, Kamis (3/11/2022).

Dalam pemberian penghargaan itu, pemerintah kabupaten/kota yang menerima penghargaan karena memperoleh WTP minilmal lima kali, yakni Labuhanbatu Selatan (Labusel), Tapanuli Utara (Taput), Asahan, Dairi, Humbang Hasundutan (Humbahas), Samosir, Tapanuli Selatan (Tapsel), Toba dan Binjai. 

Sementara yang perolehannya masih di bawah lima kali yaitu Batubara, Deli Serdang, Karo, Nias, Nias Barat, Padang Lawas (Palas), Pakpak Bharat, Serdang Bedagai (Sergai), Tapanuli Tengah (Tapteng), Medan, Padang Sidimpuan, Pematang Santar, Sibolga serta Tebing Tinggi.

Dalam sambutannya, Gubsu mengharapkan ke depannya, raihan Opini WTP kepada pemerintah daerah dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menjadi sesuatu yang wajar dan tidak lagi kebanggaan. Karena itu butuh kolaborasi guna mewujudkan capaian tersebut untuk seluruh kepala daerah.

Disebutkan Gubsu, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu) sendiri sudah delapan kali meraih Opini WTP tersebut, sejak 2012 lalu.

Seharusnya, hal itu menjadi bahan evaluasi untuk menyempurnakan laporan keuangan. Apalagi, jika makna capaian itu prinsipnya adalah kewajaran.

"Ya artinya wajar saja, (harusnya) tak ada yang istimewa. Karena itu pekerjaan wajib yang harus kita kerjakan. Misalnya saja (bagi umat Islam), salat lima waktu, itu wajib bagi penilaian kita," ujar Gubsu.

Lanjut Gubsu, dengan kesesuaian format pengelolaan dan laporan keuangan berdasarkan aturan, tentu langkah selanjutnya adalah menyelaraskannya dengan implementasi dalam menyejahterakan masyarakat. Sehingga ada evaluasi dan membuat satu daerah menjadi lebih baik dari tahun ke tahun.

Gubsu memperlihatkan, sejak 10 tahun terakhir, jumlah pemerintah daerah yang meraih opini WTP beragam, naik dan sempat mengalami penurunan. Misalnya, pada 2012, hanya ada dua dari 34 pemerintah daerah (33 kabupaten/kota ditambah satu provinsi) yang memperoleh WTP.

Selanjutnya, pada 2013 ada empat, pada 2014 ada 16 Pemda, 2015 (6 Pemda), 2016 (12), 2017 (14), 2018 (17), 2019 (21), 2020 (24) dan 2021 ada 26 pemerintah daerah termasuk Pemprovsu yang meraih opini WTP.

"Kenapa kita harus didikte seperti ini? Kenapa di luar negeri tidak? Karena memang mereka sudah mengerjakan sesuai aturan. Persoalannya adalah sudah sesuaikah pengelolaan keuangan kita?" sebutnya.

Namun, menurut Gubsu, perolehan opini WTP bukan merupakan kepentingan Pemerintah Provinsi (Pemprov) saja, melainkan seluruh kabupaten/kota. Sebab satu daerah saja tidak sesuai, akhirnya satu provinsi menjadi cacat. Karena menjalankan pemerintahan ini merupakan kolaborasi dari semua, untuk mewujudkan rakyat sejahtera.

"Saya bukan ingin memubuat Anda malu, tidak. Ini bukan soal malu atau tidak. Kita turun, apa yang bisa kita bantu? Apa yang bisa kita lakukan? Itu yang saya katakan. Ada namanya insentif fiskal, ada satu persyaratan, misalnya Medan, wajib lima kali WTP baru Anda dapat insentif. Bukan karena belas kasihan," tegasnya.

Selain itu, Gubsu juga berharap seluruh pemerintah daerah bisa mendapat pujian dari pemerintah pusat. Jika di Sumut ada 33 kabupaten/kota, maka pemerintah provinsi bertugas sebagai dirigen (seni musik), di mana jika ada satu yang hilang, maka Sumatera Utara tidak bisa mengalunkan irama yang bagus secara bersama.

"Jadi kalau sudah rambu-rambu itu kita patuhi, kita jaga, tak akan kita ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pertama, pengadaan barang dan jasa. Kedua, jangan jual beli jabatan. Ketiga, jangan gratifikasi, jangan suap dan jangan ada penggelembungan (anggaran). Kalau ini berjalan, semua kita mendapatkan WTP, paling tidak kita sudah pada jalurnya, baru nanti implementasinya kita jaga," pungkasnya.

Sementara itu, Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Sumatera Utara, Kementerian Keuangan RI, Heru Pudyo Nugoroho menyampaikan rapat koordinasi diharapkan bisa membuka wawasan sekaligus pemahaman yang komprehensif tentang apa itu akuntabilitas keuangan dan kinerja.

"Sehingga terwujud satu kesatuan langkah dan sinergi kepada seluruh pengelola keuangan baik itu APBN maupun ABPD, karena lingkupnya adalah keuangan negara. Sehingga penguatan secara akuntabilitas ini perlu secara berkesinambungan terus kita tingkatkan agar pengelolaan keuangan negara dapat berkontribusi secara nyata untuk pembangunan," jelasnya.

Raihan opini WTP, katanya, merupakan salah satu saja dari indikator baiknya tata kelola keuangan negara. Setidaknya ada empat syarat untuk raihan opini WTP, pertama kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintah. "Jadi pakemnya mengacu bahwa APBN dan APBD prinsipnya sama, keuangan negara,” katanya.

Kedua lanjutnya, kecukupan pengungkapan, dimana semua bisa diungkap, karena itu semua keuangan publik dan hak publik untuk tahu apa yang dikelola dari keuangan negara itu. Kemudian yang ketiga, kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.

“Terakhir adalah efektivitas sistem pengendalian internal yang baik. Aparat Pengawasan Intern Pemerintahan (APIP) yang sportif dan mengawal, yang memberikan peringatan dini bagaimana pengelolaan keuangan negara itu bisa dikelola sesuai koridor. Kalau keempat ini bisa diikuti, tentunya akan menjadi benteng dari hal yang dapat melanggar integritas,” tambahnya.

Sehingga, lanjutnya, kepentingan meraih WTP adalah untuk menggambarkan citra positif yang menunjukkan bahwa pemerintahan telah dikelola secara akuntabel dan menjadi indikator pemerintahan yang baik. 

"Dan ini harus menjadi komitmen kita utuk pengelolaan keuangan daerah yang lebih akuntabel dan transparan," sebutnya.

Bagi daerah yang menerima opini WTP, katanya, ada korelasi dengan perbaikan berbagai indikator kesejahteraan masyarakat. Artinya perrtumbuhan ekonominya selalu naik, IPM baik, Gini Rasio turun, angka kemiskinan turun, angka penganggurannya turun. "Apakah sudah tercermin? Kalau sudah, berarti WTP sudah ditransmisikan kepada kesejahteraan masyarakat," sebutnya.

Dari 34 pemerintah daerah di Sumut, masih ada delapan kabupaten/kota yang belum memenuhi kriteria WTP, yakni Kota Tanjungbalai, Kabupaten Simalungun, Padanglawas Utara (Paluta), Nias Utara, Nias Selatan, Madina, Langkat dan Labuhanbatu. Sementara ada 10 pemerintahan yang menerima minimal lima kali berturut-turur opini WTP.

"Karenanya kami mohon perhatian khusus untuk soal ini. Sehingga WTP itu tidak hanya sekadar penghargaan," katanya.

Hadir di acara tersebut, antara lain Pangdam I/BB, Kajati Sumut, serta perwakilan unsur Forkopimda lainnya dan para kepala daerah kabupaten/kota se-Sumut.